Senin, 03 September 2012

SANG ILALANG


Mengapa rasa cinta selalu memberi respon seperti ini padaku. Apakah dikehidupan sebelumnya aku selalu mempermainkan cinta, sehingga kini hidupku penuh dengan bom atom yang membuat cerita cintaku hancur.?!
Dunia cintaku selalu begini, tak membuatku tenang. Rasa takut kehilangan sosok yang aku cintai selalu bergerilya dalam fikiranku. Rasa takut itu selalu memberiku hadiah airmata yang sangat deras ditiap rasa sakitku akan ketakutan itu. Namun air mata itu selalu berada dibalik senyum ramahku kepada semua orang yang mengenalku.
Aku menyadari bahwa aku bukanlah sosok edelweiss yang selalu menjadi tokoh utama dalam sebuah cerita atau kisah. Aku hanya ilalang yang tak pantas untuk menjadi tokoh utama, walau dalam cerita hidupku sendiri. Aku akan tetap berada dan hidup di tanah yang tandus, dan tak akan pernah hidup di tempat yang indah dan subur seperti edelweiss. Mungkin diriku bagimu, tak lebih berharga dari dirinya. Di kehidupan sebelum dirimu mengenalku, kau memiliki sosok edelweiss yang sangat kau cintai dan kau sayangi. Namun, setelah edelweissmu pergi dari hidupmu, hidupmu terombang-ambing hingga kau terdampar disebuah pulau yang mempunyai banyak perbatasan. Kau memilih satu jalan setapak penuh liku dan tak jarang kau merintih sakit karena batu-batu tajam telah menancap di telapak kakimu. Hingga akhirnya kau duduk sejenak diatas tanah tandus. Dalam keluhmu kau torehkan sakit hatimu dalam tetesan airmata yang mengalir deras dari indah matamu. Isakmu tumbuhkan perhatian dariku sang ilalang. Hingga dirimu melihatku sebagai tumbuhan yang sangat indah karena telah mampu membuatmu mengalihkan perasaan sakitmu menjadi benih-benih rasa sayang. Namun ketika itu aku sadar, aku hanyalah sebuah ilalang yang terasa tak pantas berdampingan dengan seorang pangeran seperti dirimu. Berusahaku untuk pergi dalam kehidupanmu saat dirimu mendekatiku. Namun, ketika dirimu hilang dalam sejenak, aku merasakan sesak yang teramat dalam di dada.
Ilalang memang adalah sebagian besar dari diriku. Hidupku lebih tandus dan ada kalanya aku merasa haus. Namun disaat aku mulai haus, aku mampu bertahan dalam lingkup yang selalu menjejaliku dengan penuh landasan. Aku terbiasa melihat sebuah tragedi yang membuatku semakin merasa kering. Hidupku memanglah selalu bertahan, tapi entahlah sampai kapan aku berada dalam keterpurukan dan hanya hidup sebagai tumbuhan tak berarti.
Aku tak mempunyai nilai ekstetika seperti halnya dengan EDELWEISS. Aku tak berarti, dan selalu dipandang sebelah mata jika dibandingkan dengan sebuah Edelweiss. Aku hanya sebuah ilalang yang hanya bermimpi untuk menjadi primadona seperti Edelweiss yang selalu dihujani dengan berbagai pujian, khususnya oleh para pendaki gunung.
Akankah sosok ilalang dapat seindah Edelweiss.?!
Ilalang berharap akan menjadi Primadona yang tidak akan pernah dipandang sebelah mata dari Edelweiss. J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar