Kamis, 22 Agustus 2013

Senja Dalam Pendar Kehidupan 2



                “Aku minta putus dari kamu,” terdengar suara dari sosok laki-laki yang Vio cinta.
            “Apa alasan kamu minta putus? Apa salahku?” Tangis Vio pecah diatas motor plat  merah yang diparkir dipinggir jalan.
            “Aku bingung mau jelasinnya gimana. Yang jelas aku sumpek sama kamu, aku sudah gak nyaman sama kamu, aku tetep minta putus!” Kata Obby datar dengan wajah tak bersalah.
            “Tapi kenapa? Hah? Apa salahku? Aku fikir selama ini kita gak ada masalah?” Pertanyaan yang menuntut berjejal kambuh terlontar dari mulut Vio yang bergetar.
“Memang, tapi aku sudah gak nyaman.” Jawab Obby dibawah terpaan cahaya kuning lampu jalan raya yang remang. Tampaknya Obby mulai terlihat jengkel menanggapi pertanyaan Vio.
            “Aku gak habis fikir, kenapa kamu begitu! Aku masih ingat janji-janji kamu buat aku! Mana janji-janjimu itu?” Vio gemetar ingin marah tapi apa daya didepan Obby.
                        “Maaf aku pernah janji sama kamu.” Kata Obby datar.
.........
            “Hey... Nglamun aja lo...!” Vio terkejut ketika pundaknya ditepuk oleh seorang temannya yang bernama Dwi.
            “Hah? Aku nggak ngelamun yeee...!” Cibir Vio menghindar dari terkaan temannya.
            “hemmm... ngales.” Balas cibir Dwi. “Ke kantin yuk! Laper nih!” Lanjut Dwi.
            “Ayo...” Jawab Vio.
            Disepanjang ia berjalan, Vio masih memikirkan kejadian yang sudah lalu bersama Obby.
--------------****-------------
            Setahun berlalu. Hari-hari cinta Vio terlihat bahagia sejak ia jadian dengan Obby. Liku-liku percintaannya juga selalu mengiringi langkahnya. Cinta, kasih sayang, cemburu, bahagia, romantis. Tetapi hanya 1 kata yang tak pernah Vio berikan kepada Obby, “MARAH”.
            Vio selalu mengalah menghadapi rintangan yang ada saat ia lalui bersama Obby. Obby yang selalu saja marah tanpa sebab dan sering kali membuat kesalahan,tak membuat Vio marah kepadanya. Vio hanya menuntut penjelasan dan memaafkannya. Tetapi, disaat tidak sengaja Vio melakukan kesalahan atau memang terpaksa karena sesuatu hal, sulit sekali Vio mendapat kata “maaf” dari Obby. Walaupun begitu, hidup Vio selalu bahagia dan berwarna. Tidak pernah sekalipun ada kata “putus” diantara mereka berdua se-marah apapun mereka.
Hari minggu, 24 Oktober.
            Hari spesial Vio menjalani kehidupan baru diawal umur 16 tahun. Hari ulang tahun pertama ia memiliki seorang pacar. Dan hari ulang tahun pertama ia mendapatkan kejutan dari seorang laki-laki.
            Pada pertengahan malam di hari ulang tahunnya. Tepat jam 24.00 WIB, pergantian malam menjelang pagi. Detik-detik 23.00 ke 24.00. bergesernya tanggal 23 ke 24. MisCall sebanyak 24x, SMS sebanyak 24x, isi SMS dengan ucapan selamat ulang tahun disertai emotion cium sebanyak 24x menghiasi layar handphone Vio. Tetapi,Vio terlelap tidur.
Ia membuka handphone pada pagi harinya. Ia tersenyum dan langsung bangkit dari tidurnya. Ia berdiri didepan kaca memperhatikan bayang dirinya. Ia menatap mata sipit yang selalu berbinar di terpa cahaya. Manis, cantik, tapi mungil. Tubuh mungilnya tak pernah tampak seperti kekurangan baginya. “toh aku pernah jadi Bintang Arena di koran bertajuk ‘Postur Kecil Siapa Takut’ ngapain minder”. Itu yang selalu menjadi Motto hidup Vio. Selalu berpikir positif,berusaha untuk percaya diri, dan nggak pernah jaim di khalayak umum. Walaupun kemampuannya rata-rata, namun ia sangatlah cerdik. Ia bisa menutupi semua kekurangannya dengan cara selalu tersenyum dan tampil ceria.
            Ia tersenyum pada bayang dirinya di kaca dan dengan sigap menyambar handphonenya. Ia mengetik nomor Obby tanpa harus melihat daftar kontak sim-nya, karena memang Vio telah hafal tiap angka nomor HP Obby.
assalamu’aikum pi...” Vio memulai percakapan saat teleponnya telah di angkat Obby.
“hmmm... walaikussalam mi...” jawab Obby di seberang.
“ihhh... pipi,, so sweet deh,, makasih ya pi ucapannya.” Kata Vio genit.
“he’em mi sama-sama. Eh mi... jam 6 pagi siap-siap ya, aku jemput di tempat biasanya mi..yaudah ya mi. Cepetan gih siap-siap. Wassalam...” tuuutttt...tttuutttt...tuuuttt...
“hallo pi.? Pi.? Yah kok di tutup sih.” Vio cemberut manja. Tapi di dalam hatinya, ia bahagia karena Obby adalah orang pertama yang mengucapkan hari ulang tahunnya.
            Vio menoleh ke arah jam tangannya yang selalu setia menemani Vio saat tidur maupun menjalani harinya. “udah jam 5 nih. Kurang 1 jam lagi nih. Sholat plus siap-siap... hmmm cukup...” perhitungan Vio.
            Setelah semua selesai Vio mengambil handphonenya. Ternyata Obby telah sampai di tempat biasa ia bertemu. Dekat sekali dengan rumah Vio. Vio melihat jam tangannya lalu ia bergumam “hmmm... belum jam 6...”. Ia segera berjalan menuju tempat biasa.
            Senyum Obby mengembang dari kejauhan. Vio balas tersenyum dengan perasaan bahagia.
            “Mimi ku sayang. Selamat ulang tahun ya...” sambut Obby setelah Vio ada di hadapannya.
            “Lho kan tadi sudah ngucapin pi.” Kata Vio heran.
            “Ia mi. Tapi kan pipi belum ngucapin langsung sayang.” Kata Obby sambil memegang tangan Vio. Vio tersipu. Pipinya yang cubhie merah merona.
            “Eh mi, kamu belum mandi ya?” lanjut Obby.
            “Hmmmm...” Vio pura-pura berpikir. “heheheehe... iya pi.” Jawab Vio sambil nyengir.
            “hmmm... pantesan... wangi.” Kata Obby.
            “Bilang aja bau acem pi. Hmmhh...” kata Vio cemberut.
            “Ih.beneran mimi.” Kata Obby sambil mengeluarkan jurus khas.nya. yaitu memasukkan telunjuknya ke lubang hidung Vio. Dan itu membuat Vio bersin-bersin.
            “ah pipi...”
            “hehe.ayo mi berangkat.” Ajak Obby.
            “kemana pi?”
            “Ayok dah ikut mi.”
            Vio naik ke motor Jupiter MX merah milik Obby. Vio merasa deg degan. Ia merasa senang. Hari yang penuh dengan canda tawa, serta kejutan yang tak pernah terfikirkan oleh Vio sebelumnya.
            “Mi, majuan dong duduknya.” Kata Obby sambil nyetir.
            “Hah.? Majuan pi.? Ini udah maju pi. Gonceng gini juga nyaman kok pi, tenang aja nggak kira jatuh kok..” kata Vio polos banget. Obby hanya tersenyum dibalik helm merahnya. ‘Padahal-padahal jaraknya 3x telapak tangan, fiuh.’  Pikir Obby.
            Waktu perjalanan tidak sebentar. Jalan-jalan yang berliku dan menanjak tak menjadi masalah karena mereka menikmati perjalanan itu dengan hati yang bahagia. Mendung hari itu bagi mereka adalah pagi yang cerah. Seakan-akan rintik gerimis dan hembusan angin adalah kehangatan yang membarakan api cinta untuk mereka berdua.
            Pohon-pohon cemara bergoyang ria menggambarkan rasa bahagia. Gubuk-gubuk kecil yang dibangun dengan tumpukan jerami terlihat indah diantara kabut-kabut yang menyelimuti pagi itu. Hingga akhirnya mereka tiba disebuah tempat wisata yang sangat indah. PUNCAK.
            Vio memandang kagum tempat yang mereka kunjungi.
            “Wah. Keren banget pi. Aku sudah 2x loh kesini sama sekarang. Yang pertamakali waktu aku kelas 3 sd.” Wajah Vio sangat polos dan lugu. Obby hanya tersenyum melihat Vio terkagum-kagum.
            Lama sekali mereka berdua berjalan-jalan memutari area wisata Puncak. Membeli tahu petis  yang masih hangat membuat mereka sedikit keyang. Dan tiba-tiba Obby berhenti tepat pada sebuah ayunan sambil memegang tangan Vio.
            “Mi. Kamu cinta aku?” tanya Obby tiba-tiba. Membuat Vio Blank.
            “hmm.. iya pi aku cinta kamu. Kok tiba-tiba tanya begitu pi?”
            “Janji ya mi jangan pernah tinggalin aku.” Kata Obby.
            “iya pi janji, asal pipi juga punya janji yang sama.” Jawab Vio mantap.
            “iya mi.” Jawab Obby tersenyum lega. Lalu duduk di ayunan.
            “Mi... tutup mata gih.” Suruh Obby.
            “hah.! Emang ada apa pi?” tanya Vio.
            “udah tutup aja matanya.”
            Vio menutup mata sambil menimbang-nimbang rasa penasarannya.
            “Nah.. buka mata mi...” Vio membuka mata. “Happy birthday ya mi.”
            Sebuah Novel tttiiiiiittttt karya ttttiiiitttt. Bercover biru tebal kira-kira 5cm tergenggam diantara jari-jari panjang Obby. Vio kenal novel itu!
            “Ini untuk mimi. Mimi kan suka baca novel makanya pipi beli novel buat mimi.” Kata Obby.
            Deg...deg... Vio berusaha tersenyum saat menerima novel itu, walau dadanya terasa sesak.
“hmmm... gak suka ya mi.?” Tanya Obby.
“Suka kok pi. Suka banget malah.” Wajah Vio berbinar. Namun dalam lubuk hatinya ia merasakan sakit.
Novel itu... kenapa Obby memilih novel itu untukku... novel yang bercerita tentang cinta namun akhir cinta tak bahagia... apakah ini suatu pertanda buruk tuhan... aku tak mau kehilangan dia tuhan. Aku cinta dia. Aku sayang dia.
“Emm... pi.. aku boleh tanya?” tanya Vio tiba-tiba.
“boleh mi. Apa.?”
“kenapa pipi pilih novel itu buat mimi.?”
“Pipi bingung mi mau pilih yang mana. Ya udah deh pipi ambil acak.” Cengir Obby. “kenapa mi? Mimi udah baca? Jelek ta mi?” lanjut Obby.
“Ah... mimi Cuma tau isinya aj kok pi. Bagus kok ceritanya.” Jawab Vio. Tapi ceritanya ‘sad ending’. Aku nggak mau cerita kita berakhir seperti itu. Lanjut Vio dalam batin.
Vio menyandarkan kepalanya dipundak Obby dan ia merasakan kasih yang sangat dalam. Embun pagi menyapu tubuh mereka berdua dengan lembutnya, memberi kesejukan yang menenangkan.
Vio menegakkan tubuhnya dan ia menatap lurus kedepan sambil tersenyum.
            “Aku ingin menjadi udara....” kata vio sambil tetap menatap lurus kedepan. Obby menoleh. “Aku ingin menjadi embun...” lanjut Vio. “Aku juga ingin menjadi hujan...” lanjutnya lagi, lalu berdiri memejamkan mata dan menarik nafas panjang sambil melentangkan tangannya,dan berkata......
“kau telah menjadi udara yang telah membuatku hidup. Kaulah nafas yang selalu kuhirup dan selalu kubutuhkan. Kau permata yang berharga dan sangat mahal, yang pertama kali ku miliki. Menuaikan tiap lembaran-lembaran kertas putih menjadi lembar cerita, menjadikan angan yang belum ada menjadi ada dan nyata.
            Kau telah menjadi embun. Memberi nuansa kabut dalam pandanganku. Sehingga aku tak mampu mendua, sehingga aku tak mampu menoleh pada siapapun selain dirimu. Kaulah kabut yang selalu melindungiku, memberi kaindahan walau kadang tak berwarna dan tak berarti apa-apa. Tapi bagiku, tiap gerakmu adalah gerakku dan itu sangatlah berarti walau ku tau bagimu semua itu hanyalah angin yang lewat begitu saja.
            Kau telah menjadi hujan. Hujan yang mampu menciptakan warna pelangi. Dan pelangi itulah yang telah memberikan warna dikehidupanku. Kau penuhi setiap langkahku dengan warna yang kau miliki. Merah... jingga... kuning... hijau... biru... nila... dan ungu... Dan warna itu telah menyamarkan kehidupanku yang tak berwarna menjadi sangat berwarna. Dan aku ingin, aku bisa menjadi udara, embun, dan hujan dalam hidupmu.” Kata-kata Vio penuh makna dan ketulusan.
            “Bagus banget mi puisinya. Nyiptain sendiri ya mi....” kata Obby biasa.
            ‘TOOOEEETTT.... padahal aku bicara penuh penghayatan. Ditanggepinya kok biasa aja sih...’ batin Vio sedih, tapi ia berusaha untuk tetap tersenyum.
            “He’em pi... aku nyiptain sendiri puisinya.” Kata Vio sambil tersenyum.
            “Hmmm... pi... pulang yuk udah jam 8 nih..” ajak Vio.
            “hmmm... ayok...”
********
Hari-harinya berjalan seperti biasa bersama Obby. Namun, sepertinya jarak antara mereka semakin menjauh dan mulai tak terjamah. Pengertian tak berpihak kepada mereka lagi. Grafik pertengkaran semakin meningkat dan telah banyak menguras air matanya bersama kerinduan kasih yang pernah membelai lembut rambut kepalanya.
Namun seorang Vio mampu bertahan dalam kegelapan yang sedang menyelimutinya. Tak kuasa mampu menampung amarahnya walau kadang kala air sucinya jatuh membasahi rona pipinya. Tetap berdiri walau diibaratkan hanya berdiri dengan satu kaki. Ia tetap tersenyum ceria menghadapi harinya. Kawan-kawan yang biasanya selalu setia mendengarkan cerita cintanya dengan Obby tidak pernah merasakan perubahan Vio yang sebenarnya ada masalah dalam ruang cintanya. Karena mereka fikir pasangan Vio dan Obby selalu baik-baik saja. Dan yang terpenting adalah, Vio pintar menutupi masalahnya kepada semua orang. Hingga akhirnya.....................................
Pada bulan Juli, hari jum’at malam. Sejarah itu terjadi. Siang yang masih penuh canda dan keromantisan walau lagi-lagi hanya lewat alat komunikasi, kini tak berarti apaa-apa.
“Aku minta putus dari kamu,” terdengar suara dari sosok laki-laki yang Vio cinta.
            “Apa alasan kamu minta putus? Apa salahku?” Tangis Vio pecah diatas motor plat  merah yang diparkir dipinggir jalan.
            “Aku bingung mau jelasinnya gimana. Yang jelas aku sumpek sama kamu, aku sudah gak nyaman sama kamu, aku tetep minta putus!” Kata Obby datar dengan wajah tak bersalah.
            “Tapi kenapa? Hah? Apa salahku? Aku fikir selama ini kita gak ada masalah?” Pertanyaan yang menuntut berjejal kambuh terlontar dari mulut Vio yang bergetar.
“Memang, tapi aku sudah gak nyaman.” Jawab Obby dibawah terpaan cahaya kuning lampu jalan raya yang remang. Tampaknya Obby mulai terlihat jengkel menanggapi pertanyaan Vio.
            “Aku gak habis fikir, kenapa kamu begitu! Aku masih ingat janji-janji kamu buat aku! Mana janji-janjimu itu?” Vio gemetar ingin marah tapi apa daya didepan Obby.
                        “Maaf aku pernah janji sama kamu.” Kata Obby datar.
                        Dan itu akhir perjalanan cinta pertama Vio. Bahagia tapi menyakitkan. Munkin 1 tahun 1 bulan 3 minggu itu adalah waktu yang masih baru, tapi untuk menjalaninya bukanlah waktu yang sangat singkat.
                        Kini semua hanyalah sebuah kenangan semata, pelajaran yang sangat berarti untuk seorang Vio. Ia sadar bahwa cinta itu tidak ada yang abadi. Yang abadi hanyalah sebuah kenangan yang kini hanyalah masa lalu yang tak akan pernah terulang kembali. Semua itu adalah pelajaran agar ia bisa lebih hati-hati untuk memilih sebuah cinta yang pasti. Dan membuatnya sadar bahwa sebuah janji itu tak sepantasnya ia ucapkan ketika masih belum ada ikatan pernikahan. Karena janji bukanlah sebuah permainan, janji adalah suatu hal yang sakral dan dosa itu berlaku selama janji tidak kita tepati.
So, buat semua teman-teman jangan pernah mengumbar janji yang ujung-ujungnya kita nggak tau apa kita bisa menepati atau tidak. Tak terkecuali kepada seseorang yang kita sayang, seperti pacar kita sendiri. Karena cinta itu tidak ada yang abadi. Cinta itu berubah-ubah, dan kita tidak akan pernah tau kapan cinta kita akan berubah. Karena sesungguhnya diri kita sendiri tidak pernah tau berapa kadar cinta yang kita miliki untuk orang yang kita sayang.
*Maaf ya teman-teman kalo ceritanya hambar. Hhe. Maklum masih pemula nih.!
Dan maaf juga kalo ceritanya ngaret dipostingnya...
Makasih ya udah mau baca cerpenku ini..
By: Ocvida Izmiastuti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar